Rabu, 06 Juli 2011

Spondilitis TB

Penyakit tuberculose pada vertebrae sudah lama dikenal di dunia kedokteran dan pertama-tama diuraikan dan ditulis oleh Pervical Pott dan karena itu penyakit tersebut dinamakan pott’s disease. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 – L3 dan paling jarang pada vertebra C1 – 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.

Spondylitis korpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk :
1.Pada bentuk sentral
Detruksi awal terletak di sentral korpus vertebra, bentuk ini sering ditemukan pada anak.
2.Bentuk paradikus
Terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral, bentuk ini sering ditemukan pada orang dewasa.
3.Bentuk anterior
Dengan lokus awal di korpus vertebra bagian anterior, merupakan penjalaran per kontinuitatum dari vertebra di atasnya.
Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi yang rendah.

Patologi
Walaupun semua vertebrae dari columna vertebralis dapat diserang namun yang terbanyak menyerang bagian thorax. Vertebra lumbalis juga dapat terserang dan akhirnya vertebra cervicalis pun tidak terlepas dari serangan ini. focus yang pertama dapat terletak pada centrum corpus vertebrae atau pada metaphyse, bisa juga pertama kali bersifat subperiosteal. Penyakit ini juga dapat menjalar, sehingga akhirnya corpus vertebrae tidak lagi kuat untuk menahan berat badan dan seakan-akan hancur sehingga dengan demikian columna vertebralis membengkok. Kalau hal ini terjadi pada bagian thorax, maka akan terdapat pembengkokan hyperkyphose yang kita kenal sebagai gibbus.
Sementara itu proses dapat menimbulkan gejala-gejala lain, diantaranya dapat terkumpulnya nanah yang semakin lama semakin banyak, nanah ini dapat menjalar menuju ke beberapa tempat diantaranya dapat berupa :
1.Suatu abscess paravertebrae
abscess terlihat dengan bentuk spoel di kiri-kanan columna vertebralis.
2.Abscess dapat pula menembus ke belakang dan berada di bawah fasi dan kulit di sebelah belakang dan di luar columna vertebralis merupakan suatu abscess akan tetapi tidak panas. Umumnya abscess ini dinamakan abscess dingin. Abscess dingin artinya abscess tuberculose.
3.Dapat pula abscess menjalar mengelilingi tulang rusuk, sehingga merupakan senkung’s abscess yang terlihat di bagian dada penderita.
4.Abscess juga dapat menerobos ke pleura sehingga menimbulkan empyme.
5.Pada leher dapat juga terjadi abscess yang terletak dalam pharynx sehingga merupakan retropharyngeal abscess.
6.Dapat pula abscess terlihat sebagai supraclavicular abscess.
7.Pada lumbar spine abscess dapat turun melalui musculus iliopsoas yang kemudian menurun sampai terjadi abscess besar yang terletak di bagian dalam dari paha.
Semua abscess tersebut di atas dapat menembus kulit dan menyebabkan timbulnya fistel yang bertahun-tahun. Kecuali abses-abses tersebut di atas, tuberculose pada vertebrae dapat pula memberikan komplikasi, ialah paraplegia, umumnya disebut Pott’s Paraplegia. Komplikasi ini disebabkan karena adanya tekanan pada Medulla Spinalis. Adapun pathogenesis dari proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut : tekanan dapat berasal dari proses yang terletak di dalam canalis spinalis. Jika di dalam canalis spinalis ada proses tuberculose yang terletak pada corpus bagian belakang yang merupakan dasar dari canalis spinalis, maka proses tadi menimbulkan pengumpulan nanah/jaringan granulasi langsung menekan medulla spinalis. Dalam hal ini meskipun nanah hanya sedikit, akan tetapi cukup untuk memberikan tekanan yang hebat pada Medulla Spinalis.
Dapat pula proses tuberculosa menghancurkan corpus sehingga canalis spinalis membengkok dan menekan pada tulang dindingnya. Tekanan tadi menyebabkan paraplegia. Kemungkinan lain ialah terdapat sequestra dan pus di sekeliling canalis spinalis tadi yang juga menekan pada medulla spinalis. Dengan demikian banyak sebab-sebab yang dapat menekan medulla spinalis dengan keras sehingga menimbulkan gejala paraplegia. Secara klinis paraplegia dapat dibagi menjadi early onset, ialah jika paraplegia segera timbul sebagai kelanjutan dari proses spondylitis tuberculose. Type kedua adalah paraplegia late onset, paraplegia ini terjadi setelah penyakit spondylitis sifatnya tenang untuk beberapa waktu lamanya kemudian timbul gejala-gejala paraplegia secara perlahan-lahan.

Gejala-gejala klinik
1.Nyeri dan kaku pada punggung
2.Deformitas pada punggung (Gibbus)
3.Pembengkakan setempat (abscess)
4.Kelemahan/kelumpuhan extremitas/gangguan fungsi buli-buli dan anus
5.Adanya proses tbc.

Diagnosis Banding
Adalah fraktur kompresi traumatik atau akibat tumor. Tumor yang sering di vertebra adalah tumor metastatik dan granuloma eosinofilik. Diagnosis banding lain adalah infeksi kronik non tuberkulosis antara lain infeksi jamur seperti blastomikosis dan setiap proses yang mengakibatkan kifosis dengan/tanpa skoliosis.

Terapi
1.Terapi Konservatif
Berupa istirahat di tempat tidur untuk mencegah paraplegia dan pemberian tuberkulostatik.
Dengan memberikan corset yang mencegah gerak vertebrae/membatasi gerak vertebrae. Corset tadi dapat dibikin dari gips, dari kulit/plastik, dengan corset tadi pasien dapat duduk/berjalan sehingga tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
2.Terapi Operatif
Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko – spongiosa.
Prognose
Umumnya penyakit tuberculose tulang punggung merupakan penyakit yang sangat menahun dan jika dapat sembuh secara spontan akan memberikan cacat pembengkokan pada tulang punggung. Dengan jalan radikal operatif penyakit tadi sering dapat sembuh dalam waktu singkat, misalnya 6 bulan.

Foto Roentgen suatu spondilitis tuberkulosa akan memperlihatkan :
a.Dekalsifikasi suatu korpus vertebra
(pada tomogram dari korpus tersebut mungkin terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut)
oleh karena itu maka mudah sekali pada tempat tersebut suatu fraktur patologis. Dengan demikian terjadi suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi berbentuk baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu.
b.“Dekplate” korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.
c.Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.
d.Abses dingin
Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk kumparan (“Spindle”).
Daftar Pustaka



1.Ngoerah, 1991. Spondilitas Tuberkulosa. Dalam Buku Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf, Surabaya; hal. 169.

2.Nelson, 1992. Spondilitis Tuberkulosis. Dalam Buku Ilmu Kesehatan Anak, bagian 3, Philadelphia; hal. 450-451.

3.Soeharso, 1993, Tuberculose dari spinal column, Dalam Ilmu Bedah ORTHOPEDI, Jakarta; hal. 98-103.

4.Wim de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta; hal. 1226-1229.

Spondilitis TB

Pengertian

Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998).

Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144)

Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).


Etiologi

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. (Rasjad. 1998)


Patofisiologi

Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui leksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body).Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh karena dirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kiposis.


Manifestasi Klinis

Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. (Rasjad. 1998)

Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003)

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat. (Harsono,2003)

Bell's palsy

DEFINISI
Bell's Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah.

Saraf wajah adalah saraf kranial yang merangsang otot-otot wajah.

PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga terjadi pembengkakan pada saraf wajah sebagai reaksi terhadap infeksi virus, penekanan atau berkurangnya aliran darah.

GEJALA
Bell's palsy terjadi secara tiba-tiba.
Beberapa jam sebelum terjadinya kelemahan pada otot wajah, penderita bisa merasakan nyeri di belakang telinga. Kelemahan otot yang terjadi bisa ringan sampai berat, tetapi selalu pada satu sisi wajah.  Sisi wajah yang mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi penderita merasa seolah-olah wajahnya terpuntir.  Sebagian besar penderita mengalami mati rasa atau merasakan ada beban di wajahnya, meskipun sebetulnya sensasi di wajah adalah normal. Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan dalam menutup matanya di sisi yang terkena.
Kadang penyakit ini mempengaruhi pembentukan ludah, air mata atau rasa di lidah.

Bell's palsy Ptosis

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya.  Bell's palsy selalu mengenai satu sisi wajah; kelemahannya terjadi tiba - tiba dan dapat melibatkan baik bagian atas atau bagian bawah wajah.

Penyakit lainnya yang juga bisa menyebabkan kelumpuhan saraf wajah adalah:
- Tumor otak yang menekan saraf
- Kerusakan saraf wajah karena infeksi virus (misalnya sindroma Ramsay Hunt)
- Infeksi telinga tengah atau sinus mastoideus
- Penyakit Lyme
- Patah tulang di dasar tengkorak.
Untuk membedakan Bell's palsy dengan penyakit tersebut, bisa dilihat dari riwayat penyakit, hasil pemeriksaan rontgen, CT scan atau MRI. Pada penyakit Lyme perlu dilakukan pemeriksaan darah.
Tidak ada pemeriksaan khusus untuk Bell's palsy.

PENGOBATAN
Tidak ada pengobatan khusus untuk Bell's palsy.

Beberapa ahli percaya bahwa kortikoteroid (misalnya prednison) harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu.  Apakah pengobatan ini bisa mengurangi nyeri dan memperbaiki kesempatan untuk sembuh, masih belum dapat dibuktikan.  Jika kelumpuhan otot wajah menyebabkan mata tidak dapat tertutup rapat, maka mata harus dilindungi dari kekeringan. Tetes mata pelumas digunakan setiap beberapa jam.  Pada kelumpuhan yang berat, pemijatan pada otot yang lemah dan perangasangan sarafnya bisa membantu mencegah terjadinya kekakuan otot wajah. Jika kelumpuhan menetap sampai 6-12 bulan atau lebih, bisa dilakukan pembedahan untuk mencangkokkan saraf yang sehat (biasanya diambil dari lidah) ke dalam otot wajah yang lumpuh.


PROGNOSIS

Jika kelumpuhannya parsial (sebagian), maka penyembuhan total terjadi dalam waktu 1-2 bulan.  Prognosis pada kelumpuhan total adalah bervariasi, tetapi sebagian besar mengalami penyembuhan sempurna.  Untuk menentukan kemungkinan terjadinya penyembuhan total, bisa dilakukan pemeriksaan untuk menguji saraf wajah dengan menggunakan rangsangan listrik. Kadang saraf wajah membaik, tetapi membentuk hubungan yang abnormal yang menyebabkan timbulnya gerakan yang tidak dikehendaki pada beberapa otot wajah atau keluarnya air mata secara spontan.